Jejak Peradaban: Harmoni Pemikiran dalam Dinamika Kehidupan



Sepanjang perjalanan peradaban, umat manusia terus mengalami pasang surut dalam pandangan dan keyakinannya. Setiap pemikiran yang berkembang tidak lepas dari fondasi pemikiran sebelumnya, meskipun dalam perjalanannya sering ditemukan perbedaan mendasar. Perbedaan ini lahir dari berbagai faktor, mulai dari keseimbangan sistem ideologi, sosial, dan ekonomi, hingga kepentingan yang muncul dari aktivitas individu maupun dinamika politik. 

Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengorganisasi kehidupan dalam suatu sistem yang tertata berdasarkan prioritas dan rencana yang matang. Sebagaimana ungkapan seorang filsuf Islam, seluruh tatanan di alam semesta ini beroperasi dalam satu kesatuan sistem penciptaan. Manusia, dengan karakter khasnya, dianugerahi kemampuan berpikir melalui konsep "I’tibari"—sebuah gagasan yang melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif. Dari ide-ide inilah tercipta berbagai struktur pemikiran yang membentuk realitas kehidupan. Dalam perspektif ontologis, setiap entitas di alam ini memiliki tingkat keberadaan yang berbeda, sesuai dengan kapasitasnya dalam menerima pancaran eksistensi dari sumber keberadaan yang hakiki.

 

📌Baca JugaLatihan Test Kompetensi Dasar PPPK Tahap II


Perdebatan filosofis mengenai keterkaitan dan ketergantungan dalam eksistensi kerap menjadi sorotan utama di kalangan pemikir Islam. Mereka mengembangkan pemikiran metafisik yang berakar dari gagasan Aristoteles, terutama tentang kesatuan dalam alam semesta. Para filsuf menekankan bahwa seluruh bagian alam ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Mustahil membayangkan lenyapnya sebagian alam tanpa mengganggu keseimbangan keseluruhannya. Sebab, menghilangkan satu bagian akan berimplikasi pada hilangnya keseluruhan, sementara mempertahankan satu bagian berarti menjaga keberlangsungan semua elemen yang menyusunnya.

Dalam kerangka pemikiran ini, eksistensi dan non-eksistensi tidak dapat dipisahkan begitu saja, sebagaimana eksistensi relatif tak terlepas dari eksistensi hakiki. Segala yang ada di alam ini saling berhubungan dan membentuk sebuah keteraturan yang kompleks. Jika tidak ada keberagaman dalam eksistensi, maka realitas pun tak akan memiliki warna dan corak. Tidak akan ada konsep sistem, harmoni, atau keteraturan yang indah, sebagaimana juga tidak akan ada ketidakseimbangan. Maka, dalam sudut pandang filsafat Islam, eksistensi bukan sekadar materi sederhana, melainkan sebuah sistem yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Sebagaimana telah disampaikan, segala sesuatu di alam semesta ini memiliki hubungan yang erat dan tidak bisa berdiri sendiri. Salah seorang filsuf Islam menegaskan bahwa yang membedakan eksistensi adalah potensialitas, aktualitas, materialitas, serta hakikat ontologisnya. Bagian-bagian dari sebuah sistem tidak dapat dipahami secara terpisah, sebab pada akhirnya, setiap elemen memiliki hubungan inheren yang membentuk satu kesatuan yang harmonis. Dari sinilah muncul pemahaman bahwa keterpisahan hanya bersifat relatif, sementara pada hakikatnya, segala sesuatu berkelindan dalam satu jalinan realitas yang utuh dan saling melengkapi.****



Posting Komentar

0 Komentar

Contact form